1. Kumpulan artikel-artikel Astro Fisika Teori dan Aplikasi
The Theory of Everything (ToE)
By: Arip Nurahman
Department of Physics Education, Faculty of Sciences and Mathematics
Indonesia University of Education
Abstract
A theory of everything (Toe) is a hypothetical theory of theoretical physics that fully explains and links together all known physical phenomena. Initially, the term was used with an ironic connotation to refer to various over generalized theories.
The fundamental particles of the universe that physicists have identified—electrons, neutrinos, quarks, and so on—are the "letters" of all matter. Just like their linguistic counterparts, they appear to have no further internal substructure. String theory proclaims otherwise. According to string theory, if we could examine these particles with even greater precision—a precision many orders of magnitude beyond our present technological capacity—we would find that each is not point like but instead consists of a tiny, one-dimensional loop. Like an infinitely thin rubber band, each particle contains a vibrating, oscillating, dancing filament that physicists have named a string.
Although it is by no means obvious, this simple replacement of point-particle material constituents with strings resolves the incompatibility between quantum mechanics and general relativity (which, as currently formulated, cannot both be right). String theory thereby unravels the central Gordian knot of contemporary theoretical physics. This is a tremendous achievement, but it is only part of the reason string theory has generated such excitement.
Introduction
Theory of Everything (ToE), teori segala sesuatu, atau teori super simetri, adalah sebuah harta karun yang masih terpendam; semacam “cawan suci” dalam mitos yang selama ini terus dicari-cari oleh para fisikawan teori. ToE adalah sebuah teori yang menggabungkan 4 gaya dasar alam semesta. Dinamakan 4 gaya dasar/interaksi dasar karena keempat interaksi inilah yang bertanggung jawab atas seluruh gaya-gaya yang dapat diamati di alam semesta. Keempat interaksi tersebut adalah interaksi kuat, interaksi lemah, interaksi elektromagnetik, dan interaksi gravitasi.
Contents
Kekuatan antara interaksi yang satu dengan interaksi yang lainnya dibedakan oleh nilai yang sangat besar. Interaksi kuat, yaitu interaksi yang menjelaskan gaya antar inti sehingga menghasilkan kemantapan inti atom mempunyai kekuatan sekitar 100 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi lemah merupakan penjelas untuk interaksi antar partikel bermuatan sehingga gaya yang dihasilkan dapat tarik-menarik atau tolak-menolak. Interaksi lemah mempunyai kekuatan sekitar 1010 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi elektromagnetik adalah interaksi yang menjelaskan peluruhan Beta, partikel-partikel dan inti. Terakhir, interaksi gravitasi yang memiliki kekuatan 1040 kali interaksi elektromagnetik. Interaksi ini mengatur interaksi yang bekerja pada semua benda yang memiliki massa dengan gaya yang selalu tarik menarik.
Keempat gaya dasar itu sampai sekarang masih belum bisa dipadukan kedalam sebuah teori tunggal sehingga menghasilkan suatu Theory of Everything. Padahal ToE adalah teori yang ditunggu-tunggu karena teori ini akan bisa memberikan gambaran utuh tentang alam semesta kita; bagaimana ia berawal dan bagaimana ia kelak akan berakhir. Kita tahu bahwa alam semesta berasal dari suatu dentuman besar (big bang) yang terjadi miliaran tahun lalu. Dentuman besar itu juga melibatkan singularitas. Kita tidak dapat mengetahui apa yang terjadi pada selang waktu antara 0 detik hingga 10-43 detik setelah big bang. Selang waktu inilah yang menjadi tugas ToE. Saat ini kita hanya bisa mengetahui - sebagian melalui bangunan teori-teori - tentang apa yang terjadi sesudahnya.
Pada selang waktu antara 10-43 detik hingga 10-35 detik - mengacu pada model dentuman besar panas, sebuah model yang menjelaskan bahwa pada mulanya memiliki temperatur yang sangat tinggi yang kemudian mendingin dengan cepat - temperatur alam semesta turun dari 1032 derajat Kelvin menjadi 1028 derajat Kelvin, dan tingkat energi turun dari 1028 eV (elektron Volt) menjadi 1024 eV. Pada awal 10-35 detik setelah dentuman besar, energi alam semesta tidak lagi cukup untuk mempertahankan interaksi kuat sehingga interaksi kuat dibekukan (mengalami kehilangan energi). Interaksi lemah yang tersisa juga akan membeku pada satu detik setelah dentuman besar sehingga hanya menyisakan interaksi elektromagnetik dan gravitasi. Selanjutnya, mulai dari 180 detik hingga 100.000 tahun setelah dentuman besar, dan tingkat energi turun lagi hingga 13,6 eV, interaksi elektromagnetik dibekukan karena terbentuknya atom-atom netral. Mulai saat itu, interaksi gravitasilah yang berperan, dan alam semesta, galaksi, bintang, kemudian planet-planet, serta kehidupan mulai terbentuk.
Sangat sukar untuk membuat sebuah teori tunggal secara lengkap. Maka, sebagai gantinya, para ilmuwan telah merumuskan sejumlah teori secara parsial (per-bagian) dari teori penyatuan. Namun, pada akhirnya kita masih tetap berharap untuk bisa menemukan suatu teori penyatuan yang komplit dan konsisten yang memasukkan seluruh teori parsial yang ada. Namun upaya ke arah ini sama sekali tidak mudah. Einstein menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dalam upaya yang sia-sia untuk menemukan teori penyatuan. Tapi, ketika itu sang waktu mungkin memang belum siap. Masih sangat sedikit yang kita ketahui tentang daya nuklir pada masa itu. Terlebih, Einstein menolak untuk mempercayai kenyataan mekanika kuantum, meskipun mekanika kuantum terbukti telah memainkan peranan penting dalam pengembangan teori ini. Sampai sekarang terlihat bahwa ketidakpastian merupakan bagian yang penting dan mendasar dari alam semesta tempat kita hidup. Sebuah teori penyatuan yang berhasil harus berada dalam bagian-bagian dari prinsip tersebut.
Harapan-harapan untuk menemukan teori penyatuan kelihatan lebih realistis sekarang, karena kita telah mengetahui lebih banyak tentang alam semesta. Namun kita sebaiknya tidak sampai menjadi kelewat percaya diri dulu. Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, beberapa kali para ilmuwan merasa sudah dekat dengan ujung pencarian tentang hukum-hukum sains, namun penemuan selanjutnya justeru menyadarkan mereka bahwa sesungguhnya mereka masih belum bergerak kemana-mana.
Tapi, sejumlah ilmuwan seperti Stephen Hawking dkk percaya bahwa akhir dari pencarian ini cuma soal waktu saja, dan mungkin saatnya tidak akan terlalu lama lagi. Kita telah memiliki sejumlah teori parsial. Kita sudah punya teori relativitas umum, teori parsial gravitasi, teori parsial interaksi kuat dan lemah, serta teori parsial elektromagnetik. Tiga interaksi yang terakhir dapat dikombinasikan menjadi Grand Unified Theory (GUT). Ini tidak cukup untuk membentuk ToE karena teori tersebut tidak mencakup interaksi gravitasi. Kesukaran untuk menemukan sebuah teori yang menyatukan gravitasi dengan gaya-gaya lain adalah bahwa teori relativitas umum (yang menjelaskan tentang pengaruh medan gravitasi dalam semua proses fisika) merupakan teori klasik. Dalam hal ini, relativitas umum tidak mengambil bagian dalam prinsip ketidakpastian dari mekanika kuantum. Sebaliknya, teori-teori parsial lain bergantung pada cara yang esensial pada mekanika kuantum. Sebagai langkah awal, kita bisa mengkombinasikan teori relativitas umum dengan prinsip ketidakpastian, tetapi proses ini akan menghasilkan beberapa konsekuensi luar biasa yang mungkin bertentangan dengan pemahaman kita selama ini tentang fisika.
Saat ini, kandidat terkuat dari ToE adalah teori superstring (adidawai). Dalam teori ini, segalanya di alam semesta - semua partikel elementer dan interaksi dan bahkan ruang-waktu itu sendiri - dipandang sebagai sebuah dawai yang panjangnya kurang dari 10-33 cm, namun memiliki tegangan yang sangat besar. Dawai ini bergetar dan berputar dalam suatu semesta multi dimensi. Satu dimensi tambahan - selain dimensi panjang, lebar, kedalaman, dan waktu - secara matematis diperlukan untuk menghindari tachyons (partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya) dan ghosts (partikel yang dihasilkan dari probabilitas negatif). Dimensi-dimensi tambahan ini lantas termampatkan dan berpilin dalam bentuk lingkaran-lingkaran kecil yang tidak dapat diamati. Partikel elementer yang berbeda berhubungan dengan dawai yang berosilasi dengan tingkatan yang berbeda pula. [kalau bagian ini terasa absurd, maka bagi Anda, saya ucapkan “Welcome to the jungle” :D]. Teori ini memungkinkan penggabungan medan gravitasi dengan ketiga interaksi lainnya. Namun demikian, sampai sekarang, belum ada satupun teori yang betul-betul dapat diandalkan untuk menggabungkan keempat jenis interaksi itu, karena hingga kini belum ada teori yang secara meyakinkan mampu menjelaskan adanya gravitasi kuantum.
Field of dreams
In Einstein's day, the strong and weak forces had not yet been discovered, but he found the existence of even two distinct forces—gravity and electromagnetism—deeply troubling. Einstein did not accept that nature is founded on such an extravagant design. This launched his 30-year voyage in search of the so-called unified field theory that he hoped would show that these two forces are really manifestations of one grand underlying principle. This quixotic quest isolated Einstein from the mainstream of physics, which, understandably, was far more excited about delving into the newly emerging framework of quantum mechanics. He wrote to a friend in the early 1940s, "I have become a lonely old chap who is mainly known because he doesn't wear socks and who is exhibited as a curiosity on special occasions."
Einstein was simply ahead of his time. More than half a century later, his dream of a unified theory has become the Holy Grail of modern physics. And a sizeable part of the physics and mathematics community is becoming increasingly convinced that string theory may provide the answer. From one principle—that everything at its most microscopic level consists of combinations of vibrating strands—string theory provides a single explanatory framework capable of encompassing all forces and all matter.
String theory proclaims, for instance, that the observed particle properties—that is, the different masses and other properties of both the fundamental particles and the force particles associated with the four forces of nature (the strong and weak nuclear forces, electromagnetism, and gravity)—are a reflection of the various ways in which a string can vibrate. Just as the strings on a violin or on a piano have resonant frequencies at which they prefer to vibrate—patterns that our ears sense as various musical notes and their higher harmonics—the same holds true for the loops of string theory. But rather than producing musical notes, each of the preferred mass and force charges are determined by the string's oscillatory pattern. The electron is a string vibrating one way, the up-quark is a string vibrating another way, and so on.
Far from being a collection of chaotic experimental facts, particle properties in string theory are the manifestation of one and the same physical feature: the resonant patterns of vibration—the music, so to speak—of fundamental loops of string. The same idea applies to the forces of nature as well. Force particles are also associated with particular patterns of string vibration and hence everything, all matter and all forces, is unified under the same rubric of microscopic string oscillations—the "notes" that strings can play.
A theory to end theories
For the first time in the history of physics we therefore have a framework with the capacity to explain every fundamental feature upon which the universe is constructed. For this reason string theory is sometimes described as possibly being the "theory of everything" (T.O.E.) or the "ultimate" or "final" theory. These grandiose descriptive terms are meant to signify the deepest possible theory of physics—a theory that underlies all others, one that does not require or even allow for a deeper explanatory base.
In practice, many string theorists take a more down-to-earth approach and think of a T.O.E. in the more limited sense of a theory that can explain the properties of the fundamental particles and the properties of the forces by which they interact and influence one another. A staunch reductions would claim that this is no limitation at all, and that in principle absolutely everything, from the big bang to daydreams, can be described in terms of underlying microscopic physical processes involving the fundamental constituents of matter, If you understand everything about the ingredients, the reductions argues, you understand everything.
The reductions philosophy easily ignites heated debate. Many find it fatuous and downright repugnant to claim that the wonders of life and the universe are mere reflections of microscopic particles engaged in a pointless dance fully choreographed by the laws of physics. Is it really the case that feelings of joy, sorrow, or boredom are nothing but chemical reactions in the brain—reactions between molecules and atoms that, even more microscopically, are reactions between some of the fundamental particles, which are really just vibrating strings?
In response to this line of criticism, Nobel laureate Steven Weinberg cautions in Dreams of a Final Theory:
“At the other end of the spectrum are the opponents of reductionism who are appalled by what they feel to be the bleakness of modern science. To whatever extent they and their world can be reduced to a matter of particles or fields and their interactions, they feel diminished by that knowledge....I would not try to answer these critics with a pep talk about the beauties of modern science. The reductions worldview is chilling and impersonal. It has to be accepted as it is, not because we like it, but because that is the way the world works.”
Some agree with this stark view, some don't.
Others have tried to argue that developments such as chaos theory tell us that new kinds of laws come into play when the level of complexity of a system increases. Understanding the behavior of an electron or quark is one thing; using this knowledge to understand the behavior of a tornado is quite another. On this point, most agree. But opinions diverge on whether the diverse and often unexpected phenomena that can occur in systems more complex than individual particles truly represent new physical principles at work, or whether the principles involved are derivative, relying, albeit in a terribly complicated way, on the physical principles governing the enormously large number of elementary constituents.
My own feeling is that they do not represent new and independent laws of physics. Although it would be hard to explain the properties of a tornado in terms of the physics of electrons and quarks, I see this as a matter of calculation impasse, not an indicator of the need for new physical laws. But again, there are some who disagree with this view.
Conclusion
A fresh start for science
What is largely beyond question, and is of primary importance to the journey described in my book The Elegant Universe, is that even if one accepts the debatable reasoning of the staunch reductions, principle is one thing and practice quite another. Almost everyone agrees that finding the T.O.E. would in no way mean that psychology, biology, geology, chemistry, or even physics had been solved or in some sense subsumed. The universe is such a wonderfully rich and complex place that the discovery of the final theory, in the sense we are describing here, would not spell the end of science.
Quite the contrary: The discovery of the T.O.E.—the ultimate explanation of the universe at its most microscopic level, a theory that does not rely on any deeper explanation—would provide the firmest foundation on which to build our understanding of the world. Its discovery would mark a beginning, not an end. The ultimate theory would provide an unshakable pillar of coherence forever assuring us that the universe is a comprehensible place.
References:
John D. Barrow, Theories of Everything: The Quest for Ultimate Explanation (OUP, Oxford, 1990) ISBN 0-099-98380-X
Stephen Hawking The Theory of Everything: The Origin and Fate of the Universe is an unauthorized 2002 book taken from recorded lectures (ISBN 1-893224-79-1)
Terimakasih kepada Blog Bianglala dan Brian Greene (a Professor at Columbia University) The Author of
The Elegant Universe: Superstrings, Hidden Dimensions, and the Quest for the Ultimate Theory (ISBN 0-375-70811-1) is a book by Brian Greene published in 1999 which introduces string theory and provides a comprehensive though non-technical assessment of the theory and some of its shortcomings
2. Kumpulan artikel-artikel QUAT (Quantum Universal Applied & Theoretical)
The Development of Quantum Computer
(Perkembangan Komputer Kuantum)
Oleh:
Arip Nurahman
Department of Physics, Faculty of Sciences and Mathematics
Indonesia University of Education
Abstract
A quantum computer is any device for computation that makes direct use of distinctively quantum mechanical phenomena, such as superposition and entanglement, to perform operations on data. In a classical (or conventional) computer, information is stored as bits; in a quantum computer, it is stored as qubits (quantum bits). The basic principle of quantum computation is that the quantum properties can be used to represent and structure data, and that quantum mechanisms can be devised and built to perform operations with this data.
Although quantum computing is still in its infancy, experiments have been carried out in which quantum computational operations were executed on a very small number of qubits. Research in both theoretical and practical areas continues at a frantic pace, and many national government and military funding agencies support quantum computing research to develop quantum computers for both civilian and national security purposes, such as cryptanalysis.
Introduction
Komputer kuantum adalah alat hitung yang menggunakan sebuah fenomena mekanika kuantum, misalnya superposisi dan keterkaitan, untuk melakukan operasi data. Dalam komputasi klasik, jumlah data dihitung dengan bit; dalam komputer kuantum, hal ini dilakukan dengan qubit. Teknologi ini adalah salah satu hasil dari "applied Physic"(fisika terapan).
Perkembangan komputer melaju dengan pesatnya. Gordan Moore, salah satu pendiri Intel bahkan mengatakan, kemampuan prosesor komputer (jumlah transistor dan kecepatannya) akan bertambah dua kali lipat setiap 18 bulan. Hal ini telah berlangsung selama hampir empat dasawarsa. Jika hal ini terus berlanjut, diperkirakan ukuran transistor pada tahun 2030 akan menjadi hanya sebesar atom hidrogen. Dengan ukuran sekecil ini, proses fisika dalam sebuah transistor tidak akan mengikuti hukum-hukum fisika klasik, namun mengikuti hukum fisika kuantum. Hal ini membuka cara baru dalam memandang proses pengolahan informasi sekaligus menciptakan harapan untuk menciptakan sebuah komputer yang kemampuannya melebihi kemampuan yang dapat dicapai komputer sekarang ini.
Jika dikatakan, komputer kuantum hanya butuh waktu 20 menit untuk mengerjakan sebuah proses yang butuh waktu 1025 tahun pada komputer saat ini, kita tentu akan tercengang. Hal inilah yang membuat para ilmuwan begitu tertarik untuk mengembangkan kemungkinan terbentuknya komputer kuantum. Meskipun hingga saat ini belum tercipta sebuah komputer kuantum yang dibayangkan oleh para ilmuwan, kemajuan ke arah sanalima tahun ke depan. Setidaknya, begitulah yang dikatakan oleh Raymond Laflamme, ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. terus berlangsung. Bahkan yang menarik, ternyata perkembangan komputer kuantum juga mengikuti apa yang dikatakan oleh Gordan Moore di atas. Jika hal ini benar, para ilmuwan akan dapat membangun sebuah komputer kuantum hanya dalam waktu lima tahun ke depan. Setidaknya, begitulah yang dikatakan oleh Raymond Laflamme, ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.
ISI
Algoritma Shor
Sebuah komputer kuantum tidaklah sama dengan komputer klasik. Hal ini tidak dalam hal kecepatan saja, namun juga dalam hal pemrosesan informasi. Sebuah komputer kuantum dapat mensimulasikan sebuah proses yang tidak dapat dilakukan oleh komputer klasik. Hal ini membuat para ilmuwan harus memiliki paradigma baru dalam hal permrosesan informasi.
Selama ini, sebuah komputer bekerja didasarkan hukum-hukum fisika klasik. Informasi didefinisikan secara positif, direpresentasikan secara material dan diproses berdasarkan hukum-hukum fisika klasik. Ketika para fisikawan masuk ke dalam teori kuantum dalam pemrosesan informasi, mereka diharuskan untuk mengubah pandangan mereka mengenai pemrosesan informasi. Lebih jauh lagi, mereka harus mengembangkan sebuah sistem logika baru yang mengikuti hukum-hukum fisika kuantum. Sistem logika baru ini disebut dengan logika kuantum. Sistem logika kuantum berbeda sama sekali dengan sistem logika yang selama ini dipakai, yaitu sistem logika yang dikembangkan oleh Aristoteles.
Dengan sistem logika yang baru, para ilmuwan harus memikirkan sebuah algoritma yang berbeda untuk memproses informasi. Inilah yang sebenarnya merupakan inti dari komputer kuantum. Beberapa algoritma telah dikembangkan dan yang di antaranya telah berhasil ditemukan adalah algoritma Shor yang ditemukan oleh Peter Shor pada tahun 1995. Lewat algoritma Shor ini, sebuah komputer kuantum dapat memecahkan sebuah kode rahasia yang saat ini secara umum digunakan untuk mengamankan pengiriman data. Kode ini disebut kode RSA. Jika disandikan melalui kode RSA, data yang dikirimkan akan aman karena kode RSA tidak dapat dipecahkan dalam waktu yang singkat. Selain itu, pemecahan kode RSA membutuhkan kerja ribuan komputer secara paralel sehingga kerja pemecahan ini tidaklah efektif.
Sebagai contoh, seorang pemecah kode akan membutuhkan waktu 8 bulan dan 1.600 pengguna internet jika ia akan memecahkan kode RSA yang disandikan dalam 129 digit. Jika hal ini mungkin, pengirim data hanya perlu menambahkan digit pada kode RSA-nya agar para pemecah kode membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk memecahkan kuncinya. Sebagai gambaran, pemecahan kode RSA 140 (140 digit) akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari umur alam semesta (15 miliar tahun). Namun, jika pemecah kode menggunakan komputer kuantum, mereka dapat memecahkan kode RSA 140 hanya dalam waktu beberapa detik. Hal inilah yang membuat waswas para pengguna channel komunikasi rahasia saat ini untuk melakukan pengiriman data secara aman.
Komunikasi kuantum
Namun, sebagai kompensasi dari semua itu, komputer kuantum juga memberikan cara baru dalam berkomunikasi secara aman lewat apa yang disebut dengan komunikasi kuantum. Lewat komunikasi kuantum, penerima dan pengirim data dapat mengetahui jika terdapat pihak ketiga yang mencoba untuk menyadap komunikasi yang mereka lakukan. Namun, komunikasi kuantum hanya mungkin jika tingkat noise dalam sebuah saluran komunikasi tidaklah terlalu tinggi. Saat ini, British Telecom telah berhasil membangun sebuah jaringan komunikasi yang memiliki noise tidak lebih dari 9 persen dalam jarak 10 km. Hal ini membuat komunikasi kuantum menjadi mungkin di masa depan.
Selain algoritma Shor, telah pula dikembangkan sebuah algoritma lain oleh Lov Grover. Dengan menggunakan algoritma Grover, komputer kuantum dapat melakukan pencarian data terhadap suatu database acak dengan kecepatan yang jauh melebihi kecepatan komputer saat ini.
Sejarah singkat
Ide mengenai komputer kuantum pertama kali muncul pada tahun 1970-an oleh para fisikawan dan ilmuwan komputer, seperti Charles H. Bennett dari IBM, Paul A. Benioff dari Argonne National Laboratory, Illinois, David Deutsch dari University of Oxford, dan Richard P. Feynman dari California Institute of Technology (Caltech).
Di antara para ilmuwan tersebut, Feynmanlah yang pertama kali mengajukan model yang menunjukkan bahwa sebuah sistem kuantum dapat digunakan untuk melakukan komputasi. Lebih jauh, Feynman juga menunjukkan bagaimana sistem tersebut dapat menjadi simulator bagi fisika kuantum. Dengan kata lain, fisikawan dapat melakukan eksperimen fisika kuantum melalui komputer kuantum.
Pada tahun 1985, Deutsch menyadari esensi dari komputasi oleh sebuah komputer kuantum dan menunjukkan bahwa semua proses fisika, secara prinsipil, dapat dimodelkan melalui komputer kuantum. Dengan demikian, komputer kuantum memiliki kemampuan yang melebihi komputer klasik.
Setelah Deutsch mengeluarkan tulisannya mengenai komputer kuantum, para ilmuwan mulai melakukan riset di bidang ini. Mereka mulai mencari kemungkinan penggunaan dari sebuah komputer kuantum. Pada tahun 1995, Peter Shor merumuskan sebuah algoritma yang memungkinkan penggunaan komputer kuantum untuk memecahkan masalah faktorisasi dalam teori bilangan.
Hingga saat ini, riset di bidang komputer kuantum terus dijalankan di seluruh dunia. Beberapa kendala terus dicari pernyelesaiannya. Berbagai metode dikembangkan untuk memungkinkan terwujudnya sebuah komputer yang memilki kemampuan yang luar biasa ini. Sejauh ini, sebuah komputer kuantum yang telah dibangun hanya dapat mencapai kemampuan untuk memfaktorkan dua digit bilangan. Komputer kuantum ini dibangun pada tahun 1998 di Los Alamos, Amerika Serikat, menggunakan NMR (Nuclear Magnetic Resonance).Laflamme, ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.
Kuantum Komputer saat ini
Pada pertengahan Februari lalu, perusahaan D-Wave memperlihatkan kompouter kuantum versi bisnis pertama di dunia melalui internet. Yang tampak pada gambar di atas adalah sirkuit chip kuantum yang di sediakan situs perusahaan tersebut.
Coba bayangkan bagaimana jadinya jika dalam saku kita terpasang komputer dengan kecepatan super tinggi? “Komputer Kuantum” (Quantum Computer) memiliki kemampuan hitung berkali-kali lipat dibanding komputer konvensional sekarang. Pada pertengahan Februari lalu, sebuah perusahaan yang baru berdiri di Kanada menyatakan telah meluncurkan komputer kuantum versi bisnis yang pertama di dunia, menimbulkan komentar dan kesangsian para sarjana maupun ahli terkait. Dan tak bisa tidak membuat kita berimajinasi, apakah era komputer kuantum telah tiba lebih awal?
Komputer kuantum dioperasikan menurut karakteristik mekanika kuantum, menggunakan ilmu informasi kuantum, berdasarkan komputer yang dilandasi sepenuhnya dengan satuan kuantum (qubit). Perusahaan D-Wave yang berada di Vancover, Kanada mengatakan, bahwa komputer yang dikembangkan dengan prinsip mekanika kuantum perusahaan tersebut lebih cepat berkali-kali lipat dibanding sistem operasional komputer yang paling berkualitas di dunia saat ini. Komputer yang diberi nama “Orion” ini, menggunakan teknik cetakan rata yang sistematis, dipadukan dengan sebuah chip niobium superkonduksi dan suhu ultrarendah, dapat mengerjakan 16 qubit. Chip inti harus dingin hingga mendekati titik nol absolut (-125.15ºC), agar supaya dalam proses perhitungannya tetap dalam kondisi kuantum.
Perusahaan D-Wave menuturkan, bahwa komputer kuantum ini bisa mengoperasikan 64 ribu hitungan secara bersamaan, dan prototipe komputer kuantum yang diperlihatkannya pada 13 Februari lalu merupakan komputer tipe bisnis yang pertama di dunia, di dalamnya ditanami chip kuantum yang dapat mengoperasikan 16 qubit. Perusahaan tersebut berencana dalam waktu 18 bulan ke depan, kecepatannya akan dinaikkan hingga 32 qubits pada akhir tahun 2007 ini, dan pada 2008 mendatang kecepatannya akan dinaikkan 512 qubits hingga 1024 qubits, dan akan disewakan bagi perdagangan.
Apa kegunaan dari komputer kuantum ini ?
Kepala pelaksana perusahaan tersebut yakni Herb Martin mengatakan, bahwa manusia bisa menggunakan komputer kuantum merancang obat-obatan gen. Perusahaan juga bisa menggunakan komputer kuantum untuk mengelola rantai kebutuhan produk mereka. Martin mengatakan : “Coba bayangkan, jika suatu perusahaan memiliki 40 pabrik dan memproduksi satu juta komponen yang tidak sama, maka hal yang harus dicatat itu bukankah tidak sedikit.”
Komputer kuantum juga dapat digunakan melindungi keamanan. Karena peristiwa 9 September, sejumlah besar pemerintah berbagai negara dan perusahaan banyak yang menaruh perhatian pada ilmu statistik biologi, telah membentuk sejumlah besar tentang gambar obyek, sidik jari yang hendak mereka lacak. Orang yang terdaftar sebagai teroris, di mana meski bisa dengan aman lolos dari pemeriksaan pabean. Dengan adanya komputer kuantum pada dasarnya bisa dengan cepat kembali memeriksa apakah pihak lain itu teroris atau bukan melalui gudang arsip yang telah di input lebih dulu oleh dinas keamanan.
Martin menuturkan, bahwa dengan diluncurkannya produk tersebut membuktikan konsepsi teknologi perdagangan komputer kuantum ini. Customer perusahaan D-Wave adalah kalangan perdagangan. Tokoh dari kalangan perdagangan tidak peduli bagaimana teknologi ini dapat dioperasikan, asalkan bisa menyelesaikan pola perdagangan yang rumit mereka. Sesungguhnya, komputer dari perusahan D-Wave ini adalah sebuah komponen campuran, yang dipadukan dengan chip kuantum sebagai co-processor. Bagian terpenting adalah chip kuantum ini, terbuat dari bahan superkonduksi aluminium niobium. Mengapa komputer kuantum bisa mencapai hitungan cepat, adalah karena satuan data dasarnya adalah qubits, bisa secara bersamaan mengerjakan 0 dan 1 sekaligus dengan cepat mengerjakan semua qubits.
Sebagian besar insinyur berpendapat bahwa teknologi komputer kuantum masih harus di lalui dengan sepotong perjalanan yang panjang. Komputer kuantum yang digunakan sedikitnya masih membutuhkan 10 tahun lebih baru bisa dihadirkan. Perusahaan D-Wave yang mempublikasikan prototipe komputer kuantum pada 13 Februari lalu melaui situs net, dan yang lebih membuat sangsi para ahli maupun sarjana terkait adalah kebenarannya. Pada 7 Maret lalu, insinyur NASA dari Laboratorium Jet Propulsion yang terletak di Pasadena California, secara terbuka mengumumkan bahwa mereka memang pernah membuat sebuah chip kuantum khusus untuk perusahaan D-Wave. Bagi insinyur di Laboratorium Microdevices, NASA, membuat sirkuit superkonduksi untuk customer adalah hal yang biasa. Mereka juga penah merancang Chip untuk Hypers Inc di New York, selain itu juga pernah membuat perlengkapan pesawat antariksa untuk misi Herchel-nya ESA (European Space Agency).
Apakah komputer kuantum benar-benar tidak lama lagi akan hadir dalam kehidupan nyata sebagaimana yang dikatakan perusahann D-Wave? Sebagian besar perusahaan komputer terkemuka merasa sangsi atas hal ini. Selain itu ada ilmuwan yang berpendapat, bahwa jika memang benar ada sistem kuantum yang demikian praktis, terutama di saat penambahan atau penguraian sandi pada sistem finansial yang masih sangat lemah ini, maka ini akan menjadi satu terobosan teknologi yang penting. Namun ahli juga berpendapat, bahwa jika memang perusahaan kecil seperti D-Wave ini benar-benar memiliki teknologi demikian pasti akan berkembang positif, dalam 5-8 tahun jika mereka mendapatkan teknologi menyelesaikan rancangannya, maka besar kemungkinan akan dicari dan ditampung oleh perintis teknologi kelas berat seperti Intel dan IBM.
Menggunakan komputer kuantum untuk “memprakarsai era baru komputer” adalah impian yang didambakan oleh banyak laboratorium di dunia. Perusahan D-Wave menggunakan chip kuantum dan memadukannnya dengan komputer konvensional untuk memenuhi fungsi perdagangannya, meski jarak bidang dalam ilmu pengetahuan masih cukup panjang, namun ini seakan-akan memberitahu terlebih dahulu bahwa kemungkinan tibanya era kuantum lebih awal. Sejumlah analisator berpendapat, bahwa masalah utama komputer kuantum saat ini terletak pada kesulitan menjalankan bentuk kuantum mikorokosmis. Mungkin kelak di masa mendatang manusia bisa menemukan suatu rancangan yang sepenuhnya baru, dan bahan-bahan yang baru sama sekali. Sama seperti bahan-bahan semi konduktor terhadap perkembangan komputer elektrik.
Closing
Semoga masyarakat ilmiah di Negara kita terpacu untuk selalu mengembangkan potensi Ilmiahnya agar kita mampu bersaing dengan Negara-negara yang telah mencapai kemajuan dalam bidang teknologi tinggi.
“Bermimpilah dan berusahalah karena Tuhan akan mendekap erat mimpi dan perjuangan kita”.
Furthers Sources:
An Introduction to Quantum Computing,
by Phillip Kaye (Author), Raymond Laflamme (Author), Michele Mosca (Author) "A computer is a physical device that helps us process information by executing algorithms.
- DiVincenzo, David P. (2000). "The Physical Implementation of Quantum Computation". Experimental Proposals for Quantum Computation. arXiv:quant-ph/0002077.
- DiVincenzo, David P. (1995). "Quantum Computation". Science 270 (5234): 255–261. Table 1 lists switching and dephasing times for various systems.
- Feynman, Richard (1982). "Simulating physics with computers". International Journal of Theoretical Physics 21: 467.
- Jaeger, Gregg (2006). Quantum Information: An Overview. Berlin: Springer. ISBN 0-387-35725-4. "
- Nielsen, Michael and Isaac Chuang (2000). Quantum Computation and Quantum Information. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-63503-9.
- Benenti, Giuliano (2004). Principles of Quantum Computation and Information Volume 1. New Jersey: World Scientific. ISBN 9-812-38830-3.